UMMU
SALAMAH RA
Lembaran sejarah
hijrah Ummat Islam ke Madinah, barangkali tidak bisa melupakan torehan tinta
seorang ibu dengan putrinya yang masih balita.
Keduanya, hanya
dengan mengendarai unta dan tidak ada seorang lelakipun yang menemaninya, meski
kemudian ditengah jalan ada orang yang iba dan kemudian mengantarnya, berani
menembus kegelapan malam, melewati teriknya siang dan melawan ganasnya padang
sahara, mengarungi perjalanan yang amat panjang dan melelahkan, kurang lebih
400 km. Dialah Salamah dan ibunya, Hindun bin Abi Umayyah atau sejarah lebih
sering menyebutnya dengan Ummu Salamah.
Ummu Salamah adalah
putri dari pemuka kaum kaya dibani Mughirah, Abi Umayyah. Parasnya jelita dan
ia adalah seorang yang cerdas. Setelah menginjak usia remaja ia dinikahkan
dengan Abdullah bin Abdul Asad Al-Makhzumi. Lalu keduanya berkat hidayah Allah
SWT menyatakan keislamannya.
Ketika kaum Muslimin berhijrah
keMadinah, keduanya ikut pula didalamnya, meski tidak dalam waktu yang
bersamaan. Abdullah (Abu Salamah) berangkat terlebih dahulu, setelah itu Ummu
Salamah menyusul seorang diri dengan anaknya. Lalu mulailah mereka berdua
menjalani kehidupannya bersama anak-anaknya dikota Madinah tercinta.
Tapi tak lama
kemudian Abu Salamah akibat luka yang dideritanya semenjak perang Uhud
meninggal dunia. Akhirnya Ummu Salamahpun seorang diri mengasuh dan mendidik
anak-anaknya.Kemudian datanglah Abu Bakar r.a untuk melamarnya, juga Umar bin
Khattab r.a. Namun dengan lemah lembut kedua lamaran tersebut ia kembalikan.
Setelah itu datang pula utusan
Rasulullah SAW untuk meminangnya. Ummu Salamahpun menolaknya dengan berbagai
pertimbangan. Namun setelah mendapat penjelasan dari Rasulullah SAW akhirnya ia
menerima lamaran tersebut.
Diantara para istri
Rasulullah SAW, Ummu Salamah adalah istri yang tertua. Dan untuk
menghormatinya, Rasulullah SAW sebagaimana kebiasaannya sehabis sholat Ashar,
beliau mengunjungi istri-istrinya maka beliau memulainya dengan Ummu Salamah
r.a dan mengakhirinya dengan Aisyah r.a
Ummu Salamah wafat pada usia 84
th, bulan Dzul-Qo`dah,tahun 59 Hijrah atau 62 Hijrah dan dikebumikan diBaqi`.
Wallahu a`lam bish-Showab.
( Diolah dari Shifatus Shofwah,
Ibnu Jauzi;Min `Alamin Nisa;M.Quthb,dll)
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia
ZAINAB BINTI JAHSY BIN RI`AB
r.a
Istri Nabi
yang paling banyak sedekahnya
Zainab binti Jahsy adalah putri dari bibi Rasulullah yang bernama Umaymah
binti Abdul Muthalib bin Hasyim. Zainab adalah seorang wanita yang cantik
jelita dari kaum bangsawan yang terhormat. Dipandang dari ayahnya, Zainab
adalah keturunan suku Faras yang berdarah bangsawan tinggi.
Ia
dinikahkan Rasulullah dengan anak angkat kesayangannya Zaid bin Haritsah.
Tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama, mereka akhirnya bercerai. Kemudian
Allah memerintahkan Nabi Muhammad S.A.W untuk menikahi Zainab. "Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya ( menceraikannya ).
Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu`min
untuk ( mengawini ) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak
angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adapun
ketetapan Allah itu pasti terjadi." (Q.S.33:37 )
Bukhori meriwayatkan dari Anas, Zainab sering berkata, "Aku berbeda
dari istri-istri Rasulullah S.A.W yang lainnya. Mereka dikawinkan oleh ayahnya,
atau saudaranya, atau keluarganya, tetapi aku dikawinkan Allah dari
langit."
Zainab
adalah seorang wanita berhati lembut dan penuh kasih sayang, suka menolong
fakir miskin dan kaum lemah. Dia senang sekali memberi sedekah, terutama kepada
anak yatim.
Rasulullah
pernah bersabda kepada istrinya, "Yang paling dahulu menyusulku kelak
adalah yang paling murah tangannya." Maka berlomba-lombalah istri beliau
memberikan sedekah kepada fakir miskin. Namun tak ada yang bisa mengalahkan
Zainab dalam memberikan sedekah. Dari Aisyah r.a berkata, "Zainab binti
Jahsy adalah seorang dari istri-istri Nabi yang aku muliakan. Allah S.W.T
menjaganya dengan ketaqwaan dan saya belum pernah melihat wanita yang lebih
baik dan lebih banyak sedekahnya dan selalu menyambung silaturahmi dan selalu
mendekatkan dirinya kepada Allah selain Zainab."
Mengapa ?, apakah karena Rasulullah memberikan belanja yang berlebih
terhadap Zainab ? Tidak, Rasulullah S.A.W tidak pernah berbuat seperti itu.
Lalu dari manakah Zainab mendapatkan uang untuk sedekah ? Ia memiliki berbagai
macam keahlian. Ia bisa menyamak kulit, memintal serta menenun kain sutra,
hasilnya dijual dan disedekahkan. Hal itulah yang menyebabkan wanita cantik
istri Rasulullah ini bersedekah lebih banyak dari yang lainnya.
Setelah
Rasulullah wafat, Zainab memperbanyak usahanya, agar bisa melipat gandakan uang
yang diterimanya. Ketika ia mendapat bagian harta dari Baitul Mal dimasa
kholifah Umar r.a dia berdoa, "Ya Allah janganlah harta ini penyebab
fitnah." Segera ia bagikan harta itu kepada yatim piatu dan fakir miskin.
Mendengar itu Umar r.a mengirim lagi, tetapi Zainab membagi - bagikannya lagi
kepada yatim piatu dan fakir miskin. Wanita pemurah itu wafat pada tahun 44 H
pada masa Kholifah Muawiyah. Wallahu a`lam.
( Disarikan
dari Shifatush Shofwah, Ibnu Jauzi dan Qishhshu An-Nisa Fi Al Qur`an Al-Karim,
Jabir Asyyaal)
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia
FATHIMAH BINTI MUHAMMAD
RASULULLAH SAW
Julukannya
adalah al-Batuul, yaitu wanita yang memutuskan hubungan dengan yang lain untuk
beribadah atau tiada bandingnya dalam keutamaan ilmu, akhlaq, budi pekerti,
kehormatan dan keturunannya. Lahir bersamaan dengan terjadinya peristiwa agung
yang menggoncangkan Makkah, yaitu peristiwa peletakkan Hajarul Aswad disaat
renovasi Ka`bah.
Beliau adalah anak
yang paling dicintai oleh keluarganya, terutama ayahnya. Sebagaimana tampak
dalam ucapan Rasulullah SAW ,:"Fathimah adalah bagian dariku, aku merasa
susah bila ia bersedih dan aku merasa terganggu bila ia diganggu".(Ibnu
Abdil Barr, Al-Isti`ab). Dalam hadits lain diriwayatkan "Barang siapa
telah memarahinya berarti telah memarahiku". (H.R.Muslim)
Ketika Fathimah
beranjak dewasa, Abu Bakar dan Umar bergiliran untuk meminangnya namun
Rasulullah SAW dengan halus menolaknya. Dan kemudian ia dinikahkan Rasulullah
SAW dengan Ali bin Abi Thalib ra dengan mahar berupa baju besi pemberian Rasul
atas perintah Allah SWT . Ali bin Abi Thalib ra.bercerita bahwa disaat ia
menikahi Fathimah, tiada yang dimilikinya kecuali kulit kambing yang dijadikan
alas tidur pada malam hari dan diletakkan di atas onta pengangkut air pada
siang hari.
Kemudian Rasulullah
SAW membekali Fathimah dengan selembar beludru, bantal kulit yang berisi sabut,
dua buah penggiling dan dua buah tempayan air. Saat itu mereka tak memiliki
pembantu, maka Fathimahlah yang menarik penggiling itu hingga membekas
ditangannya, mengambil air dengan tempat air dari kulit biri-biri hingga
membekas dipundaknya dan menyapu rumah hingga pakaiannya terkotori oleh asap
api.
Manakala Ali mengetahui bahwa
Rasulullah SAW memperoleh banyak pelayan, ia berkata kepada Fathimah agar
meminta kepadanya seorang pelayan. Namun Rasulullah SAW tidak mengabulkannya
dan sebagai gantinya beliau mengajarinya beberapa kalimat do`a, yaitu membaca
tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 10x setelah sholat dan mengajarkan
untuk membaca tasbih 30x, tahmid 30x dan takbir 34x ketika hendak tidur. Dari
pernikahan Ali dan Fathimah, Rasulullah SAW memperoleh 5 orang cucu, Hasan,
Husein, Zainab, Ummi Kultsum dan yang satu meninggal ketika masih kecil.
Cinta Rasulullah SAW
kepada Fathimah terlukis dalam sebuah hadits dari Musawwar bin Mughromah, ia
berkata "
Aku mendengar Nabi SAW berkata
ketika Beliau sedang berdiri dimimbar :"Sesungguhnya Bani Hasyim bin
Mughirah meminta izin kepadaku agar menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi
Thalib, aku tidak mengizinkan mereka. Kemudian tidak aku izinkah kecuali bila
Ali menceraikan putriku dan menikah dengan putri-putri mereka. Sesungguhnya
Fathimah adalah bagian dariku, meragukanku apa yang meragukannya dan
menyakitiku apa yang menyakitinya."(H.R Ash-Shohihain)
Fathimah telah
meriwayatkan hadits Nabi SAW sebanyak 18 buah. Beliau wafat pada usia 29 tahun
dan dikebumikan di Baqi`pada selasa malam, 3 Ramadhan 11 H. Wallahu A`lam
bish-Showab.
(disarikan dari Shifatus Shofwah,
Ibnu Jauzi:Min `Alamin Nisa',M.Ali qutfb: Nisa Khaula Rasul, M.Ibrahim
Sulaiman).
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia
ZAINAB
AL KUBRA R.A.
ZAINAB AL
KUBRA R.A. , Seorang wanita cucu Rasulullah SAW, yang begitu tabah dan tetap
tegar menghadapi ujian dan cobaan, demi kemuliaan keturunan Rasulullah SAW.
Menulis tentang Siti Fatimah Azzahra dengan meninggalkan begitu saja kedua
puterinya, rasanya memang kurang adil. Apalagi
kalau yang dibicarakan itu menyangkut puterinya yang bernanna Zainab Al-Kubra.
Ia tercatat dalam sejarah Islam sebagai wanita yang tabah dan gagah berani
Seperti diketahui, di samping kedua puteranya yang termasyhur itu, dalam
perkawinannya dengan Imam Ali r.a., Sitti Fatimah Azzahra juga diberkahi oleh
Allah s.w.t. dengan dua orang puteri. Mereka itu adalah Zainab Al-Kubra dan
Zainab Ash-Sugra. Bersama dengan Al-Hasan dan Al-Husain r.a., kedua wanita itu
sudah sejak masa anak-anak ditinggalkan untuk selamalamanya oleh ibundanya.
Dalam usia yang masih muda sekali ini, sesaat sebelum wafat Sitti Fatimah r.a.
telah berpesan khusus kepada Zainab Al-Kubra agar ia menjaga baik-baik kedua
saudara lelakinya itu.
Memang, beban yang
terberat bagi Sitti Fatimah Azzahra sebelum meninggal dunia rupanya adalah
keempat anaknya yang masih kecil-kecil itu. Dikisahkan bahwa sesaat sebelum
menghembuskan nafasnya yang terakhir Sitti Fatimah r.a. tak dapat menahan
kepedihan hatinya. Ia harus memenuhi panggilan Ilahi pada usia yang begitu
muda, 28 tahun. Sedangkan anak-anaknya belum satu pun yang mencapai usia
sepuluh tahun.
Sesudah itu pada usia masih
remaja, bahkan masih anak-anak, Zainab Al-Kubra sudah diserahi tanggung jawab
untuk menjaga adik-adik dan merawat kakak-kakaknya. Tidak banyak yang bisa
diungkapkan mengenai peran masa anak-anak yang dilakukan oleh kedua puteri
Sitti Fatimah Azzahra itu. Riwayat-riwayat hanya mengungkapkan kehidupan dan
perkembangan Al Hasan dan Al Husain r.a. Hal ini tidak perlu diherankan, karena
dunia kehidupan Arab yang keras jarang sekali mengedepankan peran seorang
wanita. Jadi walaupun Zainab Al-Kubra dan Zainab Ash Sugra termasuk dalam
lingkungan keluarga sangat mulia nama mereka jarang sekali ditonjolkan.
Baru beberapa tahun
kemudian setelah Zainab Al Kubra meningkat remaja, maka peranannya diungkapkan
oleh para periwayat. Sejarah akhirnya mencatat namanya dan mengakui peran
penting yang dijalankan oleh Zainab Al Kubra dalam melindungi kesinambungan
generasi penerus keluarga RASUL Allah s a w. Bagaimana pun juga, walau Zainab
Al Kubra seorang wanita, tetapi ada darah kemuliaan dan kesucian yang mengalir
dalam tubuhnya. Sejak masa anak-anak ia telah turut memikul tanggung jawab
kehidupan rumahtangga Imam Ali r.a. yang ditinggal wafat oleh Sitti Fatimah
Azzahra. Zainab Al Kubra dengan tekun dan tabah melaksanakan amanat yang
ditinggalkan oleh bundanya sesaat sebelum wafat. Dengan penuh tanggung jawab
dirawatnya adik-adik dan kedua kakaknya itu. Boleh dikatakan ia tak pernah
berpisah jauh dari kedua saudara lelakinya itu.
Tidak ada
pengungkapan mengenai kelanjutan kehidupan Zainab Ash-Sugra. Sedangkan tentang
Zainab Al Kubra justru makin menonjol setelah Al-Husain r.a. gugur di Karbala.
Wanita inilah pada usia sudah lebih setengah abad tanpa mengebal gentar sedikit
pun sedia mati untuk menyelamatkan keturunan langsung Rasul Allah s a.w. Ia
menjadi saksi hidup tentang siksaan yang dialami oleh saudara lelakinya itu sampai
Al-Husain r.a. meninggal dengan gagah berani.
Oleh :
Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
- Al-Islam
KHADIJAH Binti KHUWAILID
Dari: "Tokoh-tokoh Wanita di
Sekitar Rasulullah SAW" karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh:
Hanies Ambarsari.
Tatkala Nabi SAW
mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya
berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da'wah Islamiah,
mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah
bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi
wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul
Mu'minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti
teladannya.
Khadijah menyiapkan
sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan
membantunya ketika merenung di Gua Hira'. Khadijah adalah wanita pertama yang
beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah
sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri
hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan
kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda
:"Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku
ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika
orang-orang tidak memberiku apa-apa."
Kenapa kita bersusah
payah mencari teladan di sana-sini, pada- hal di hadapan kita ada "wanita
terbaik di dunia," Khadijah binti Khu- wailid, Ummul Mu'minin yang setia
dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu
berkhalwat sebelum diangkat men- jadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang
dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan
jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan
Nabi-Nya dengan se- baik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan
di dalam is- tananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada
masa hi- dupnya.
Ketika Jibril A.S.
datang kepada Nabi SAW, dia berkata :"Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah
telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila
dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan
beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada
keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan." [HR. Bukhari dalam
"Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata :"Keshahihannya
telah disepakati."]
Bukankah istana ini
lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya
oleh dunia ?
Sayidah Khadijah r.a. adalah
wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu'min yang orang pertama
yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji
bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia
habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan
Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para
wanita.
Betapa tidak, karena
Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin
telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu
menyuruhnya membaca ayat- ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah
SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia
tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia
berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada
di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman,
pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam
sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi
kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika
melihatnya, Khadijah berkata :"Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi
Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di
Mekkah, kemudian kembali kepadaku." Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya
kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata
:"Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang
menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini."
Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi hatinya,
penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah
mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan,
pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah
melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan
urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah
r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S.
menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya
:"Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW
bersabda :"Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari
Tuhanmu." Maka Khadijah r.a. menjawab :"Allah yang menurunkan salam
(kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril
semoga diberikan salam (kesejahteraan)."
Sesungguhnya ia
adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang
terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan
sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada
semua sikap yang mendukung da'wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a.
merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi
Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah,
menolong- nya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan
risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan
menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW bersabda
:"Khadijah beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari. Dia
membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya
kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah
mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain
dia." [HR. Imam
Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih,
dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :"Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu
berkata :"Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah
wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan
kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah
di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada
kepayahan." [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan
Keutamaannya, 1/539]
ABDULLAH bin ZUBEIR
Pejuang putra pejuang
Isu bahwa kaum
muslimin tidak akan bisa melahirkan bayi karena telah diteluh oleh dukun-dukun
Yahudi di Madinah, terjawab sudah. Seorang wanita mulia putri As Siddiq telah
melahirkan kandungannya ketika beliau sedang hijrah dari Makkah ke Madinah
menyusul teman-temannya seaqidah. Beliau tidak lain adalah Asma` binti Abi
Bakar yang melahirkan bayi laki-laki-laki-laki di Quba` dan diberi nama Abdullah.
Sebelum disusui Abdullah bin Zubeir dibawa menghadap Nabi SAW dan ditahniq dan
didoa`kan
oleh beliau.
Abdullah yang memang
lahir dari pasangan mujahid dan mujahidah ini berkembang menjadi seorang pemuda
pewira yang perkasa. Keperwiraannya dimedan laga ia buktikan ketika bersama
mujahid-mujahid lainnya menggempur Afrika membebaskan mereka dari kesesatan.
Pada waktu mengikuti ekspedisi tersebut usianya baru berkisar 17 tahun. Namun
begitulah kehebatan sistem tarbiyah Islamiyah yang bisa mencetak pemuda belia
menjadi tokoh-tokoh pejuang dalam menegakkan Islam.
Dalam peperangan tersebut jumlah
personel diantara dua pasukan jauh tidak seimbang. Personel kaum muslimin hanya
120 ribu tentara sedangkan musuh berjumlah 120 ribu orang. Keadaan ini cukup
membuat kaum muslimin kerepotan melawan gelombang musuh yang demikian banyak,
walau hal itu tidak membuat mereka keder. Sebab bagi mereka perang adalah
mencari kematian sedang ruhnya bisa membumbung menuju jannah sebagaimana yang
telah dijanjikan Rabb mereka.
Melihat kondisi yang
kurang menguntungkan tersebut segera Abdullah memutar otak mencari rahasia
kekuatan lawan. Akhirnya ia menemukan jawaban, bahwa inti kekuatan musuh
bertumpu pada raja Barbar yang menjadi panglima perang mereka. Segera dan
dengan penuh keberanian ia mencoba menembus pasukan musuh yang berlapis-lapis
menuju kearah panglima Barbar. Upayanya tidak sia-sia, ketika jarak antara
dirinya dengan raja Barbar telah dekat segera ia tebaskan pedang nya menghabisi
nyawa panglima kaum musyrik tersebut. Panji pasukan lawan pun direbut
oleh teman-temannya dari tangan musuh. Dan ternyata dugaan Abdullah tidak
meleset, segera setelah itu semangat tempur pasukan musuh redup dan tak lama
kemudian mereka bertekuk lutut dihadapan para mujahid yang gagah berani.
Selain seorang jago perang, Abdullah juga seorang `abid yang penuh rasa
khusuk dan ketawadhuan. Mujahis penah memberi kesaksian bahwa apabila Ibnu
Zubeir sedang sholat, tubuhnya seperti batang pohon yang tak bergeming karena
khusuknya dalam sholat. Bahkan Yahya bin Wahab juga bercerita bahwa apabila
`Abdullah bin Zubeir ini sedang sujud, banyak burung-burung kecil bertengger
dipunggung beliau karena mengira punggung tersebut adalah tembok yang kokoh.
Tokoh yang tegas dalam kebenaran ini wafat pada usia 72 tahun terbunuh oleh
tangan pendosa Hajjaj bin Yusuf.
(
dikembangkan dari Shifatu ash-Shofwah, juz 1,hal 344 )
Oleh :
Al-Islam -
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
MU'ADZ
Bin JABAL
Cendekiawan
Muslim Yang Paling Tahu Mana Yang Halal Dan Mana Yang Haram
Tatkala Rasulullah
mengambil bai'at dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua,
diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda
dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat
perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang
melihat akan tambah terpesona karenanya . . . .!
Nah, itulah dia Mu'adz bin Jabal
r.a . . . . .
Dan kalau begitu,
maka ia adalah seorang tokoh dari kalangan anshar yang ikut bai'at pada
perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ashshabiqul Awwalun, golongan yang
pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan
serta keyakinannya seperti dimikian, mustahil tidak akan turut bersama
Rasulullah dalam setiap perjuangan. Maka demikianlah halnya Mu'adz . . . .
Tetapi kelebihannya yang paling
menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam
soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf
yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya
: "Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz
bin Jabal."
Dalam kecerdasan otak
dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin
Khattab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu
ditanyainya : "Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai
Mu'adz?" Kitabullah", ujar Mu'adz. "Bagaimana jika kamu tidak
jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula. "Saya putus dengan
Sunnah Rasul", ujuar Mu'adz. "Jika tidak kamu temui dalam Sunnah
Rasulullah?" "Saya pergunakan fikiranku untuk berijtihad, dan saya
takkan berlaku sia-sia". Maka berseri-serilah wajah Rasulullah, sabdanya:
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah
sebagai yang diridhai oleh Rasulullah . . . ."
Maka kecintaan Mu'adz
terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasulullah tidak menutup pintu untuk mengikuti
buah fikirannya, dan tidak menjadi penghalang bagi akalnya untuk memahami kebenaran-kebenaran
dahsyat yang masih tersembunyi yang menunggu usaha orang yang akan menghadapi
dan menyingkapnya.
Dan mungkin kemampuan untuk
berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang
menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman
dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang
yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram". Dan cerita-cerita
sejarah melukiskan dirinya bagaimana adanya, yakni sebagai otak yang cermat dan
jadi penyuluh serta dapat memutuskan persoalan dengan sebaik-baiknya . . . .
Di bawah ini kita
muat cerita tentang A'idzullah bin Abdillah yakni ketika pada suatu hari di
awal pemerintahan Khalifah Umar,
ia masuk mesjid bersama beberapa
orang shahabat, katanya:
"Maka duduklah
saya pada suatu majlis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih, masing-masing
menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari Rasulullah SAW. Pada halaqah
atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan . . . . hitam manis
warna kulitnya, bersih, manis tutur katanya dan termuda usianya di antara
mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu hadits, mereka
tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya, dan ia tak
hendak berbicara kecuali bila diminta . . . . Dantatkala majlis itu berakhir,
saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ujarnya: Saya adalah
Mu'adz bin Jabal."
Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya:
"Bila
para shahabat berbicara sedang di antara mereka hadir Mu'adz bin Jabal,
tentulah mereka akan sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya . . .
.!"
Dan Amirul Mu'minin Umar r.a. sendiri sering meminta pendapat dan buah
fikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat
dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata: "Kalau tidaklah berkat
Mu'adz bin Jabal, akan celakalah Umar!"
Dan ternyata
Mu'adz memiliki otak yang terlatih baik dan logika yang menawan serta memuaskan
lawan, yang mengalir dengan tenang dan cermat. Dan di mana saja kita jumpai
namanya - di celah-celah riwayat dan sejarah, kita dapati ia sebagi yang selalu
menjadi pusat lingkaran. Di
mana ia duduk selalulah dilingkungi oleh manusia.
Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin.
Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada
Mu'adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buaka suara, adalah ia
sebagimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: "Seolah-olah
dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara . . . ."
Dan
kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini serta penghormatan Kaum
Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau
wafat, dicapai Mu'adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa
pemerintahan Umar, sedang usianya belum 33 tahun . . . .!
Mu'adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi.
Tidak suatupun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah
dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu'adz telah menghabiskan semua
hartanya.
Ketika
Rasulullah SAW wafat, Mu'adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim
Nabi ke sana untuk membimbing Kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang
seluk-seluk Agama.
Di masa pemerintahan Abu Bakar,
Mu'adz kembali ke Yaman, Umar tahu bahwa Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya
raya, maka diusulkan Umara kepada khalifah agar kekayaannya itu dibagi dua.
Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan
mengemukakan masalah tersebut.
Mu'adz adalah seorang
yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya
raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya
secara dosa bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat. Oleh sebab itu
usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan
pula . . . . Umar berpaling meninggalkannya.
Pagi-pagi keesokan harinya Mu'adz
pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana,
Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului
perkataannya, seraya berkata:
"Malam tadi saya bermimpi
masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah
anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya . . . . !"
Kemudian bersama-sama
mereka datang kepad abu Bakar, dan Mu'adz meminta kepada khalifah untuk
mengambil seperdua hartanya. "Tidak satupun yang akan saya ambil
darimu", ujar Abu Bakar. "Sekarang harta itu telah halal dan jadi
harta yang baik", kata Umar menghadapkan pembicaraannya kepada Mu'adz.
Andai diketahuinya bahwa Mu'adz
memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu
Bakar yang shaleh itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat
salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap
Mu'adz. Hanya saja masa itu adlah mas gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama
yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan
secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang
berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam
kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.
Mu'adz pindah ke Syria, di mana ia tinggal bersama penduduk dan
orang yang berkunjung ke sana
sebagi guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah - amir atau gubernur militer
di sana - serta shahabat karib Mu'adz meninggal
dunia, ia diangkat oleh Amirul Mu'minin Umar sebagai penggantinya di Syria.
Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegan jabatan itu, ia dipanggil Allah
untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
Umar r.a. berkata:
"Sekiranya saya mengangkat
Mu'adz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah kenapa saya mengangkatnya,
maka akan saya jawab: Saya dengar Nabi-Mu bersabda: Bila ulama menghadap Allah
Azza wa Jalla, pastilah Mu'adz akan berada di antara mereka . . . . !"
Mengangkat sebagai
pengganti yang dimaksud Umar di sisi ialah penggantinya sebagi khalifah bagi
seluruh Kaum Muslimin, bukan kepala sesuatu negeri atau wilayah.
Sebelum menghembuskan nafasnya
yang akhir, Umar pernah ditanyai orang: "Bagaimana jika anda tetapkan
pengganti anda?" artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi
khalifah itu, lalu kami bai'at dan menyetujuinya . . . .? Maka ujar Umar:
"Seandainya Mu'adz bin Jabal
masih hidup, tentu saya angkat ia sebagi khalifah, dan kemudian bila saya
menghadap Allah Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya: Siapa yang
kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya jawab: Saya
angkat Mu'adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu'adz bin Jabal adalah
pemimpin golongan ulama di hari qiamat."
Pada suatu hari
Rasulullah SAW, bersabda: "Hai Mu'adz! Demi Allah saya sungguh sayang
kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: Ya Allah, bantulah
daku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas
kepada-Mu."
Tepat
sekali: "Ya Allah, bantulah daku . . . !"
Rasulullah SAW selalu mendesak manusia untuk memahami makna yang agung ini
yang maksudnya ialah bahwa tiada daya maupun upaya, dan tiada bantuan maupun
pertolongan kecuali dengan pertolongan dan daya dari Allah Yang Maha Tinggi
lagi Maha Besar . . . .
Mu'adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara
tepat . . . . Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu'adz, maka tanyanya:
· Bagaimana
keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu'adz?
· Di pagi
hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah, ujar Mu'adz
· Setiap
kebenaran ada hakikatnya, ujar Nabi pula, maka apakah hakikat keimananmu?
· Ujar
Mu'adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu
sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi
waktu pagi . . . . Dan tiada satu langkah pn yang kulangkahkan, kecuali aku
menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya . . . . Dan seolah-olah
kesaksian setiap ummat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya . . .
. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga . . . .
Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka. Maka sabda Rasulullah SAW
: Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan . . . . !
Benar dan tidak salah
. . . . Mu'adz telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah,
hingga tidak suatu pun yang tampak olehnya hanyalah Dia . . . ! Tepat sekali
gambaran yang diberikan Ibnu Mas'ud tentang kepribadiannya. katanya:
"Mu'adz adalah
seorang hamba yang tunduk kepada Allah dan berpegang teguh kepada Agama-Nya.
Dan kami menganggap Mu'adz serupa dengan Nabi Ibrahim a.s . . . ."
Mu'adz senantiasa
menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada Allah . . . .
Diserunya mereka untuk mencari ilmu yang benar lagi bermanfaat, dan katanya:
"Waspadalah akan
tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran
pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya . . . .!"
Menurut Mu'adz,
ibadat itu hendaklah dilakukan dengan cermat dan jangan berlebihan.
Pada suatu hari salah seorang
Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran.
- Apakah
anda sedia mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu'adz
- Sungguh,
saya amat berharap akan mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata
Mu'adz kepadanya: "Shaum dan berbukalah . . . .!"
- Lakukanlah shalat dan tidurlah . . .
.!!!
- Berusahalah mencari nafkah dan
janganlah berbuat dosa . . . .
- Dan janganlah kamu mati kecuali dalam
beragama Islam . . . .
- Serta jauhilah do'a dari orang yang
teraniaya . . . .
Menurut
Mu'adz, ilmu itu ialah mengenal dan beramal, katanya: "Pelajarilah segala
ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberi kalian mafaat dengan
ilmu itu sebelum kalian mengamalkannya lebih dulu . . . .!"
Baginya iman
dan dzikir kepada Allah ialah selalu siap siaga demi kebesaran-Nya dan
pengawasan yang tak putus-putus terhadap kegiatan jiwa. Berkata Al-Aswad bin
Hilal:
"Kami
berjalan bersama Mu'adz, maka katanya kepada kami; Marilah kita duduk sebentar
meresapi iman . . . .!"
Mungkin sikap dan pendiriannya itu terdorang oleh sikap jiwa dan fikiran
yang tiada mau diam dan bergejolak sesuai dengan pendiriannya yang pernah ia
kemukakan kepada Rasulullah, bahwa tiada satu langkah pun yang dilangkahkannya
kecuali timbul sangkaan bahwa ia tidak akan mengikutinya lagi dengan langkah
berikutnya. Hal itu
ialah karena tenggelamnya dalam mengingat-ingat Allah dan kesibukannya dalam
menganalisa dan mengoreksi dirinya . . . .
Sekarang tibalah ajalnya, Mu'adz
dipanggil menghadap Allah . . . Dan dalam sakarat maut, muncullah dari bawah
sadarnya hakikat segala yang bernyawa ini, dan seandainya ia dapat berbicara
akan mengalirlah dari lisannya kata-kata yang dapat menyimpulkan urusan dan
kehidupannya . . . .
Dan pada saat-saat
itu Mu'adz pun mengucapkan perkataan yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang
Mu'min besar. Sambil matanya menatap ke arah langit, Mu'adz munajat kepada
Allah yang Maha Prngasih, katanya:
"Ya Allah, sesungguhnya
selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu . . . .
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa
aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam
kayu-kayuan . . . . tetapi hanyalah untuk menutup haus dikala panas, dan
menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan,
keimanan dan ketaatan . . . .".
Lalu diulurkanlah
tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya
ke alam ghaib masih sempat ia mengatakan:
"Selamat datang wahai maut .
. . .Kekasih tiba di saat diperlukan . . . ."
Dan nyawa Mu'adz pun
melayanglah menghadap Allah . . . .Kita semua kepunyaan Allah . .
.Dan kepada-Nya kita kembali . . . .
..............
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Komentar
Posting Komentar